Sumber: google.com
BAB IFFAH
Persaingan hidup yang semakin tinggi dan keras
banyak memunculkan perilaku umat yang melanggar batasan syariat. Bila perbuatan
suka meminta-minta sudah bisa menyebabkan kemuliaan seseorang jatuh, maka yang
lebih berat dari sekedar meminta-minta –seperti korupsi, mencuri, merampok,
dsb.– lebih menghinakan pelakunya. Namun toh perbuatan tersebut semakin banyak
dilakukan. Termasuk maraknya perilaku kaum wanita, hanya demi menginginkan
enaknya hidup, mereka rela melakukan perbuatan yang menghilangkan kemuliaan
mereka. Padahal agama ini telah menuntunkan agar mereka senantiasa menjaga
kemuliaan diri mereka.
‘Iffah, sebuah kata yang pernah atau
biasa kita dengar. Si Fulan ‘afif atau si Fulanah ‘afifah merupakan
sebutan bagi lelaki dan wanita yang memiliki ‘iffah. Lalu, apa
sebenarnya yang dimaksud dengan ‘iffah itu?
Secara bahasa, ‘iffah adalah
menahan. Adapun secara istilah; menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara
yang Allah haramkan. Dengan demikian, seorang yang ‘afif adalah orang yang
bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada
perkara tersebut dan menginginkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لاَ يَجِدُوْنَ
نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ
“Dan orang-orang yang belum mampu untuk
menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai Allah menjadikan mereka mampu
dengan karunia-Nya.” (An-Nur: 33)
Termasuk dalam makna ‘iffah adalah
menahan diri dari meminta-minta kepada manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ
التَّعَفُّف
“Orang yang tidak tahu menyangka mereka
(orang-orang fakir) itu adalah orang-orang yang berkecukupan karena
mereka ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta kepada
manusia).” (Al-Baqarah: 273)
Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengabarkan
bahwa orang-orang dari kalangan Anshar pernah meminta-minta kepada Rasullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka yang minta kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melainkan beliau
berikan hingga habislah apa yang ada pada beliau. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pun bersabda kepada mereka ketika itu:
مَا يَكُوْنُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ لا أدَّخِرُهُ
عَنْكُمْ، وَإِنَّه مَنْ يَسْتَعِفّ يُعِفّه اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرُ
يُصَبِّرَهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَلَنْ تُعْطَوْا عَطَاءً
خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Apa
yang ada padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian.
Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan
memelihara dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari
meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup
dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan memberikan
kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan
lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari no. 6470
dan Muslim no. 1053 )1
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan:
“Dalam hadits ini ada anjuran untuk ta’affuf (menahan diri
dari meminta-minta), qana’ah (merasa cukup) dan bersabar atas
kesempitan hidup dan selainnya dari kesulitan (perkara yang tidak disukai) di
dunia.” (Syarah Shahih Muslim, 7/145)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar