Jumat, 04 Januari 2019

PERBEDAAN YANG MENCOLOK ANTARA NU DAN MUHAMMADIYYAH

Perbedaan NU dan Muhammadiyah


NU dan Muhammadiyah adalah organisasi Islam di Indonesia yang memiliki pengikut cukup banyak. Tidak hanya pengikut, pengaruh kedua organisasi tersebut pada negara ini juga cukup besar. Pengaruh itu mencakup hampir semua aspek seperti ekonomi, politik, sosial budaya, agama dan sebagainya. NU adalah singkatan dari Nahdlatul ‘Ulama yang berarti kebangkitan ‘ulama atau kebangkitan cendekiawan Islam. Organisasi ini berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 yang diprakarsai oleh KH Hasyim Asy’ari. Sedangkan Muhammadiyah diambil dari nama nabi Muhammad yang berarti orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah berdiri pada tanggal 18 November 1912 atas prakarsa KH. Ahmad Dahlan.
Secara historis, kedua pendiri organisasi Islam tersebut—KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari—sama-sama mendalami ilmu agama di Arab Saudi. Sepulang dari Arab Saudi, keduanya bersepakat akan memberikan kontribusi bagi agama, nusa dan bangsa dengan cara melandasi putra putri bangsa Indonesia dengan pendidikian dan juga agama. Keduanya memakai cara yang berbeda dalam hal syiar sebab masing-masing berasal dari area dengan tradisi yang berbeda. KH Ahmad Dahlan berasal dari daerah perkotaan dan memilih cara syiar dengan pendidikan perkotaan sedangkan KH Hasyim Asy’ari yang berasal dari Jombang memilih metode pendidikan pesantren sebagai cara dakwahnya.
Di masa mudanya, persamaan amaliyah ubudiyah KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan dapat di baca di kitab Fiqih Muhammadiyah yang memiliki 3 jilid yang diterbitkan oleh Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka Jogjakarta tepatnya pada tahun 1343-an H. Persamaan tersebut meliputi: sholat tarawih yang dijalankan 20 rokaat oleh keduanya. Publik menyampaikan bahwa KH Ahmad Dahlan adalah Imam sholat tarawih dengan jumlah rokaat yang sama tepatnya di Masjid Syuhada DIY. KH. Ahmad Dahlan juga melakukan talqin mayit di kuburan, ziarah, serta mengadakan acara tahlil dan juga yasinan seperti yang dilakukan oleh warga Nahdliyin. Perbedaan mencolok antara NU dan Muhammadiy adalah pada qunut sholat Subuh. NU memakai Qunut sedangkan Muhammadiyah tidak. Di masanya, KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah juga memakai qunut untuk sholat subuh. Kedua pendiri organisasi ini juga melakukan diba’an atau pembacaan sholawat untuk memuliakan nabi Muhammad SAW. Pada saat hari raya, kalimat takbir pada takbiran di ulang sebanyak tiga kali oleh keduanya. Kalimat qad qamat as-Shalat pada saat iqomah di ulang sebanyak dua kali dan diiringi dengan berdirinya para makmum dan imam sholat jamaah. Persamaan terakhir adalah itsbat hilal yang dua-duanya memakai rukyah.
Setelah adanya dominasi politik oleh salah satu organisasi dimana organisasi yang lain tidak memegang kendali sama sekali tepatnya pada tahun 1999, perbedaan yang mencolok antar keduanya semakin tampak ke permukaan. Pada dasarnya, perbedaan antar keduanya mencakup hal-hal sebagai berikut:
Nahdlatul ‘UlamaMuhammadiyah
Tahun Berdiri31 Januari 192618 November 1912
PemprakarsaKH Hasyim Asy’ariKH. Ahmad Dahlan
Tarawih20 rakaat8 rakaat
Tradisi pengamalanMengamalkan tahlil, yasin, manaqib, barzanji, ziarah kubur, dsb.Tidak mengamalkan tahlil, manaqib, barzanji, ziarah kubur dsb.
Qunut Solat SubuhMembaca qunut sholat subuhTidak membaca qunut saat sholat subuh
diba'Gemar membaca sholawat(diba’an)Tidak mengadakan majlis diba’
Khutbah sholat ied2 (dua) kali1 (satu) kali
Pengucapan kalimat takbir dalam takbiran3 (tiga) kali2 (dua) kali
Pengucapan kalimat iqamah2 (dua) kali1 (satu) kali
ItsbatItsbat memakai rukyahItsbat memakai hilal
Aspirasi atau orientasi politikBerafiliasi dengan partai politikTidak berafiliasi dengan partai politik
Perspektif pendidikanMengenyam banyak pendidikan pesantren yang salafiMengenyam banyak pendidikan formal dengan pertimbangan rasio yang lebih dominan
Metode ijtihadBahtsul masailMajlis Tarjih Muhammadiyah
SUMBER: google.com
https://apaperbedaan.com/nu-dan-muhammadiyah/

AKRABNYA PENDIRI NU DAN MUHAMMADIYYAH

Kisah Persahabatan Pendiri NU dan Muhammadiyah

KH Ahmad Dahlan Dan KH Hasyim Asy'ari
Hadratus Syaihk Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan dulu menimba ilmu bersama di bawah asuhan KH Saleh. Selama dua tahun mereka hidup bersama.
          Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Kiai Haji Hasyim Asy'ari, Mereka adalah tokoh besar bangsa ini. Dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Nusantara. Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dan Kiai Haji Hasyim Asy'ari membentuk Nahdlatul Ulama (NU).
       Kedua organisasi itu tengah menggelar hajatan. NU menggelar Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, sejak 1 hingga Agustus. Sementara Muhammadiyah mengadakan Muktamar ke-47 di Makassar, Sulawesi Selatan, mulai hari ini.
       Kiai Ahmad Dahlan sangat karib dengan Kiai Hasyim As'ari. Dulu, keduanya pernah menimba ilmu dari guru yang sama, yaitu Kiai Haji Saleh Darat. Di pondok pesantren yang terletak di wilayah Semarang inilah, kedua tokoh ini bertemu.
Ahmad Dahlan kala itu berusia 16 tahun. Sementara Hasyim berusia 14 tahun. Ahmad Dahlan memanggil Haysim dengan sebutan " Adi Hasyim" . Sementara Hasyi memanggil Ahmad Dahlan dengan sebutan " Mas Darwis" , sebab, nama kecil Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis.
Di bawah bimbingan Kiai Saleh, keduanya mencecap ilmu dari kitab-kitab karya ulama besar. Mulai tasawuf, fikih, serta ilmu-ilmu lainnya. Mereka belajar di Semarang selama dua tahun. Selama itu pula keduanya konon tinggal sekamar.
      Setelah dari Semarang, Ahmad Dahlan dan Hasyim menuntut ilmu ke Mekah, Arab Saudi. Keduanya mendapat referensi ulama-ulama besar dari sang guru yang dulunya juga belajar di sana.
Setelah pulang dari Saudi, Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy'ari mengamalkan ilmu yang mereka dapat. Kiai Ahmad Dahlan kemudian mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Sementara Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari mendirikan NU pada 31 Januari 1926. Kini, kedua organisasi itu menjadi wadar besar bagi umat muslim di Nusantara.

Sumber: google.com

Kamis, 03 Januari 2019

DI BALIK SIFAT 'IFFAH


Sumber: google.com

BAB  IFFAH
 
Persaingan hidup yang semakin tinggi dan keras banyak memunculkan perilaku umat yang melanggar batasan syariat. Bila perbuatan suka meminta-minta sudah bisa menyebabkan kemuliaan seseorang jatuh, maka yang lebih berat dari sekedar meminta-minta –seperti korupsi, mencuri, merampok, dsb.– lebih menghinakan pelakunya. Namun toh perbuatan tersebut semakin banyak dilakukan. Termasuk maraknya perilaku kaum wanita, hanya demi menginginkan enaknya hidup, mereka rela melakukan perbuatan yang menghilangkan kemuliaan mereka. Padahal agama ini telah menuntunkan agar mereka senantiasa menjaga kemuliaan diri mereka.
Iffah, sebuah kata yang pernah atau biasa kita dengar. Si Fulan ‘afif atau si Fulanah ‘afifah merupakan sebutan bagi lelaki dan wanita yang memiliki ‘iffah. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ‘iffah itu?
Secara bahasa, ‘iffah adalah menahan. Adapun secara istilah; menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dengan demikian, seorang yang ‘afif adalah orang yang bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan menginginkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لاَ يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ
Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya.” (An-Nur: 33)
      
Termasuk dalam makna ‘iffah adalah menahan diri dari meminta-minta kepada manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّف
Orang yang tidak tahu menyangka mereka (orang-orang fakir) itu adalah orang-orang yang berkecukupan karena mereka ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta kepada manusia).” (Al-Baqarah: 273)

Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa orang-orang dari kalangan Anshar pernah meminta-minta kepada Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka yang minta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melainkan beliau berikan hingga habislah apa yang ada pada beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda kepada mereka ketika itu:

مَا يَكُوْنُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ لا أدَّخِرُهُ عَنْكُمْ، وَإِنَّه مَنْ يَسْتَعِفّ يُعِفّه اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرُ يُصَبِّرَهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَلَنْ تُعْطَوْا عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
Apa yang ada padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari no. 6470 dan Muslim no. 1053 )1
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta), qana’ah (merasa cukup) dan bersabar atas kesempitan hidup dan selainnya dari kesulitan (perkara yang tidak disukai) di dunia.” (Syarah Shahih Muslim, 7/145)

ZUHUD TIDAK HARUS MISKIN


 Sumber: google.com
Zuhud secara bahasa artinya meninggalkan, tidak menyukai, atau menjauhkan diri. Sedangkan zuhud secara istilah berarti tidak mementingkan hal - hal yang bersifat keduniawian, atau meninggalkan gemerlap kehidupan yang bersifat material dalam mengabdikan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama islam yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh negatif kehidupan dunia. Orang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup di akhirat yang abadi daripada mengejar kehidupan dunia yang fana. Hal ini dapat dipahami dari isyarat ayat - ayat berikut.

 ﱸ ﱹ ﱺ ﱻ ﱼ ﱽ ﱾ ﱿ  ﲀ ﲁ ﲂ ﲃ ﲄ ﲅ ﲆ ﲇ ﲈ ﲉ  ﲊ ﲋ ﲌ ﲍ ﲎ ﲏ ﲐ ﲑﲒ ﲓ ﲔ ﲕ  ﲖ ﲗ ﲘ ﲙ ﲚ ﲛ ﲜ ﲝﲞ ﲟ ﲠ ﲡ  ﲢ ﲣ ﲤ ﲥ ﲦ ﲧ ﲨ ﲩ ﲪ

Artinya : "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun."(Q.S An - Nisa ayat 77 

وَقَالَ تَعَالَى: وَمَا اْلحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ, وَلَلدّارُ الْأَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ  أَفَلَا تَعْقِلُونَ (الأنعام: 32)


Artinya : "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (Q.S Al -an'am ayat 32
Ayat - ayat diatas memberi petunjuk bahwa kehidupan dunia yang sekejap ini sungguh tidak sebanding bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia. Lebih lanjut Allah subhanahu wata'ala berfirman:

وَالْأَخِرَةُ خَيْرٌ وَ أَبْقَى (الأعلى: 17


Artinya : "Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (Q.S Al - A'la ayat 17)

Walaupun demikian, orang zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara total. Mereka justru menjadikan kekayaan dunia sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala. Inilah hakikat zuhud. Perhatikan ayat berikut

قالى تعالى: وَابْتَغِ فِيْمَا ءَاتَاكَ اللهُ الدَّارَ الْأَخِرَةَ وَلَاتَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إليْكَ وَلاتَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إنَّ اللهَ لَايُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ (القصص:77)



Artinya : "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Q.S Al - Qasas ayat 77)

Dalam ayat tersebut, Allah subhanahu wata'ala memerintahkan agar kita menggunakan segala kenikmatan yang diberikan - Nya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat. Namun Allah subhanahu wata'ala menegaskan bahwa kehidupan dunia juga tidak boleh kita lupakan. 
Merujuk pada ayat ini, kita bisa menyimpulkan bahwa orang zuhud sangat mengutamakan kehidupan akhirat, namun mereka tidak meninggalkan kehidupan dunia. Dengan begitu akan terjadi keseimbangan antara kebahagiaan dunia dan akhirat.