DASAR-DASAR AKHLAK, SERTA KEDUDUKAN AKHLAK DALAM ISLAM
Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah Akhlak
Dosen Pengampu: Zaenuddin, M.Pd.I.
Disusun oleh;
1.
Ali
Mustakim (171310003757)
2.
Yasmin (171310003826)
3.
Sri Iftiana
seftiani (171310003771)
4.
Eka Cahya
Pramudita (171310003929)
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL
ULAMA (UNISNU)
Kata Pengantar
Bismillahir rohmanir rohim
Assalamu’alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh
Ucapan syukur
alhamdulillah kami getarkan lisan ini atas karunia dan taufiqnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan apa lagi
yang paling sempurna, karena sesungguhnya kesempurnaan semata hanya milik Allah
subhanahu wa ta’ala. Sholawat bertangkaikan salam berakarkan sayang dan rindu
senantiasa membasahi bibir kita, teruntuk ke haribaan nabi agung Muhammad
shollallahu ‘alaihi wa salam. Dari ucapan, perbuatan, dan ketetapan beliaulah
Allah memudahkan kita umat Muhammad untuk dapat memahami Al Qur’an,
mengamalkannya, dan meraih ridloNya, amin yaa robbal ‘alamin.
Makalah ini kami
selesaikan tidak lepas dari beberapa sumber dan bantuan rekan dan dosen. Namun
keluar dari hal tersebut, Penyelesaian makalah yang kurang dari sempurna ini
senantiasa mengharap kesediaan para pembaca untuk berkenan membenarkan,
sehingga bisa menjadi koreksi karya kami ini, supaya ke depannya bisa lebih
bagus.
Semoga makalah yang
kami sajikan ini bisa bermanfaat pada segenap pembaca, sehinga harapan kami,
karya tulis kami ini dapat menjadi investasi dan sebab dapat membanggakan kami
nanti di Akhirat. Amin ya mujibas sailiin.
Wassalamu’alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh
Jepara,
25 September 2018
Penyusun
Daftar
Isi
BAB I PENDAHULUAN
Pengkajian
tentang akhlak merupakan sebuah kajian yang penting untuk dilakukan, hal ini
disebabkan akhlak yang baik kemudian akan berperan sebagai sistem perilaku yang
akan berperan sebagai system perilaku yang akan menciptakan harmonisasi dalam
kehidupan manusia.
Jika
kita renungkan, diutusnya nabi Muhammad merupakan sebuah misi besar untuk
manusia, yakni untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana sabda beliau dalam
haditsnya yang diriwayatkan oleh sahabat beliau, sayyidina Abu Hurairah, dalam kitab Muwattho’ karangan
imamul Hadits imam Malik bin Anas;[1]
Kesempurnaan
akhlak seolah-olah menjadi tujuan utama dari diutusnya nabi Muhammad. mungkin
ini berkaitan dengan karate khas manusia yang merupakan makhluk social yang
tidak bisa lepas dri interaksi dari sesame, sehingga dibutuhkan sebuah sebuah
siste yang kemudian akan menciptakansebuah keharmonisan dalam kehidupan. Akan tetapi sebelum jauh membahas
kajian-kajian inti menggenai akhlak, penting kiranya kita untuk untuk
mengetahui pengertian, tujuan dan dasar-dasar akhlak terlebih dahulu untuk
dijadikan sebagai gambaran dasar pengkajian inti dari akhlak.
Secara etimologi akhlak
merupakan jamak dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti, tabi’at atau
tingkah laku. Kalimat ini merupakan merupakan kalimat persesuaian data kata
kholqun yang artinya penciptaan, kata ini erat dengan kata Kholiq yang berarti
pencipta Makhluq yang berarti yang diciptakan.[2] Untuk melihat hubungan
tesebut, ita bisa melihat bagan bawah ini:
Benarlah manusia itu
merupakan makhluk dua dimensi, sebab Alloh sebagai Kholiq yang berarti
menciptakan, mausia sebagai makhluq dengan dilengapi dua asek penting, yani aspek kholqun
sebagai sisi fisik yakni sesuatu yangn Nampak yang dapat dilihat pana
indra, contoh, ita mengatakan Fatimah ber khalq baik, itu artinya kita
kita mengatakan Faimah adalah orang yang bernampilan lairiyah baik atau rupawan
dan aspek Khuluqun sebagai aspek non fisik, yakni sesuatu yang tidak
bisa kita nilai dengan mengguankan panca indra. sebagai contoh, ketika kita
mengtakan bahwa Ali itu pemuda yang berkhuluq baik, itu berarti kita
mengatakan kalau ali merupakan orang yang berkarakter batin yang baik.[3]
Dalam bahasa Indonesia
akhlak setara dengan budi pekerti, di mana budi pekerti itu berasal dari kata
majemuk yakni ‘budi’ yang berasal dari bahasa sansekerta yang berarti kesadara
atau menyadarkan dan ‘pekerti’ yang
berasal dari bahasa Indonesia yang berarti kelakuan.[4] Yang dalam bahasa
Yunani sepadan dengan etika yang berasal dari kata ethos yang berarti
kebiasaaan. Jadi, Akhlak itu adalah perilaku yang dilakukan atas dasar kesadaran.
1. Imam Al Ghozali, Akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang
dan mudah tanpa meemerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Imam Ibnu Miskawaih dalam
Tahzibal-Akhlaq wa at-Thathir al-‘Aruq, menyatakan: Akhlak adalah keadaan jiwa
yang mendorong kepada tindakan-tindakan tanpa melalui pertimbangan pemikiran.
3. Syech Ibrahim Anis berpendapat dalam
Mu’jam Washit, Akhlak adalah Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya
lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran
dan pertimbangan.[5]
Dalam ajaran islam yang
menjadi dasar-dasar akhlak adalah berupa alquran dan Sunnah nabi Muhammad shollallhu ‘alaihi wassalam. Baik dan
buruk dalam akhlak islam ukurannya
adalah baik dan buruk menurut kedua sumber tersebut, bukan baik dan
buruk menurutukuran manusia. sebab jika ukurannya manusia, maka baik dan buruk
itu bisa berbeda-beda.[6] Seseorang mengatakan
bahwa sesuatu itu bai, tapi orang lain belum tentu menganggapnya baik. Begitu
juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lainnya
menyebut sesuatu itu baik. Semua ummat islam sepakat pada kedua dasar pokok
tersebut itu ( Alquran dan Assunnah) sebagai dalil naqli yang tinggl
mentransfernya dari Alloh ta’ala dan RosulNya. Keduanya sampai sekarang masih
terjaga keautentikannya, kecuali hadits nabi yang banyak ditemukan
hadits-hadits yang palsu.
Keduanya adalah menjadi
sumber ajaaran islam secara keseluruan untuk mengatur pola hidup dan menetapkan
mana yang baik dan mana yang buruk sebagaimana dijelaskan alquran[7] QS. Al-Maidah: 15-16:
قال
تعالى : يَأَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيْرًا
مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ چ قَدْ
جَاءَكُمْ مِنَ اللهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِيْنٌ (15) يَهْدِي بِهِ اللهُ مَنِ اتَّبَعَ
رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ
وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (16) المائدة: 15-16
“Hai
ahli kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rosul kami, menjekaskan kepadamu
banyak dari sisi Al kitab yang kamu sembunyikan dan banya pula yang dibiarkan.
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dairi Alloh dan kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Alloh menunjuki orang-orang yang mengiuti
keridhoaanNya ke jalan keselamatan, dan Alloh mengeluarkan orang-orang itu dari
gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya dan menunjuki
ke jalan yang lurus. Dalam QS. Al-Hasyr:7: dan surat al-Ahzab: 21:
وَمَا
ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا
اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ (8 ) الحشر: 7
artinya:
“Dan apa yang diberikan Rosul kepadamu, maka terimalah
dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Alloh,
sesungguhnya Allah amat keras hukumnya”.
قَالَ تَعَالَى: لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ
الْأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا (21) الأحزاب : 21
artinya:
“Sungguh,
telah ada dalam diri Rosululloh itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi
orang yang mengharap Rahmat Alloh dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak
berdzikir pada Alloh”.
Untuk menentukan
kedudukan akhlak dalam ajaran islam, apakah termasuk akhlak mahmudah (mulia)
atau akhlak madzmumah( tercela), sebagaimana keseluruan ajaran agama islam yang
lain, sumbernya adalah Alquran dan Assunah. Penentuan mahmudah atau
mazmumah aatau dengan istilah baik dan
buruk dalam kedudukan akhlak dalam islam itu ukurannya adalah baik dan buruk
menurut kedua sumber tersebut, bukan baik dan buruk menurut ukuran rasio
manusia. Di antara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya al-hasanah,
thoyyibah, khoiriyah, karimah, mahmudah, azizah
dan al-bir.
Dengan berpedoman kepada
dua sumber ajaran islam tersebut, bisa dipahami bahwa adanya beberapa sifat
seperti: sabar, tawakal, syukur, pemaaf, dan pemurah adalah termasuk
berbagai sifat yang baik dan mulia(mahmudah). sebaliknya, bisa diartikan
juga bahwa berbagai sifat seperti: syirik, kufur, nifaq, ‘ujub, taabur, dan
hasad itu merupakan berbagai sifat tercela (mazmumah). Apabila adanya dua
sumber rujukan itu tidak menegaskan terkait dengan adanya nilai dan berbagai
sifat tersebut, rasio manusia mungkin saja memberikan penilian yang
berbeda-beda.[8]
Walaupun demikian, adanya setandar-setandar lain selain alquran assunnah
sebagai rujukan untuk menentukan baik dan buruk akhlak manusia itu tidak
dinafikan ole Islam. Setandar-setandar lain dalam islam yang dapat dijadika
rujukan untuk menentukan baik dan buruk dalah berupa akal da nuranimanusia
serta pandangan umum masyarakat. Melalui hati nurani, manusia dapat menetukan
setandar baik dan buruk, sebab Alloh memberikan potensi dasar kepda manusia
berupa aqidah dan tauhid. Alloh
berfirman dalam QS. surat al-a’rof:172:
قَالَ تَعَالَى: وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ
بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَومَ الْقِيَامَةِ
إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ (172) الأعراف
artinya:
“ Dan (ingatlah), ketika
tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: “Bukankah aku ini tuhanmu?”
mereka menjawab: “betul( engakau tuhan kami), kami menjadi saksi”. (kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “
sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhdap ini
(keesaan Tuhan)”.
Dalam ayat lain Alloh
telah berfirman, surat al-Rum: 30
قال
تعالى: فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَا لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (30) الروم: 30
artinya:
“ maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Alloh ta’ala (tetaplah atas) fitrah Alloh yang telah menciptakan
manusiamenurut fitrah tersebut. Tidak ada perubahan pada fitrah Alloh, itulah
agama yg lurus, kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Ayat di atas bisa
difahami bahwa: dengan fitrah tauhid seperti yang digmabarkan di atas, manusia
akan menaruh rasa cinta pada kesucian dan mempunyai kecerendungan terhadap
kebenaran. Hati sanubari manusia selalu mendambakan kebenaran, ingin selalu
mengikutiberbagai ajaran islam yaitu perintah Alloh dan RosulNya, karena
kebenaran itu tidak akan tercapai kecuali dengan kembali kepada Alloh, sebagai
sumber kebenaran yang absolut. Namun demikian, perlu diketahui bahwa adanya
fitrah manusia itu tidak selalu dapat
berfungsi dengan baik. Adanya pendidikan dan pengalaman manusia dapat
mempengaruhi keberadaan fitrah manusia itu sendiri. dengan adanya pengaruh
tersebut tidak sedikit fitrah manusia menjadi kotor dan tertutup sehingga tidak
lagi dapat menentukan baik dan buruk dengan benar. Karena itulah setandar baik
dan buruk tidak dapat diserahkan pada hati sanubari belaka, tetapi harus
dikembalikan pada adanya Wahyu yang dijamin kebenarannya.[9]
Akhlak mendapat kedudukan yang
tinggi dalam Islam, ini dapat dilihat dari beberapa sebab:
1) Islam
telah menjadikan akhlak sebagai illat (alasan) kenapa agama Islam diturunkan.
Hal ini jelas dalam sabda Rasulullah: Maksudnya: Aku diutus hanyalah
semata-mata untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia.
2) Islam
menganggap orang yang paling tinggi darjat keimanan ialah mereka yang paling
mulia akhlaknya. Dalam hadis telah dinyatakan: Maksudnya: Telah dikatakan Ya
Rasulullah, mukmin yang manakah paling afdhal imannya, Rasulullah s.a.w.
bersabda orang yang paling baik akhlaknya antara mereka.
3) Islam
telah mentakrifkan “Addin” dengan akhlak yang baik. Dalam hadis telah
dinyatakan bahawa telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. Maksudnya: Apakah
Addin itu? Sabda Rasulullah, akhlak yang baik Ini bererti bahawa akhlak itu
dianggap sebagai rukun Islam.
4) Islam
menganggap bahawa akhlak yang baik adalah merupakan amalan yang utama dapat
memberatkan neraca amal baik di akhirat kelak. Hal ini telah dinyatakan dengan
jelasnya dalam hadis Rasulullah: “Perkara yang lebih berat diletakkan dalam
neraca hari akhirat ialah takwa kepada Allah dan akhlak yang baik”.
5) Dalam
ajaran Islam dinyatakan bahawa mereka yang berjaya memenangi kasih sayang
Rasulullah dan mendapat sesuatu kedudukan yang hampir dengan Rasulullah pada
hari akhirat ialah orang yang lebih baik akhlaknya. Dalam hadis Rasulullah
s.a.w. telah bersabda: Maksudnya: Yang paling aku kasihi di antara kamu dan
yang paling dekat kedudukannya padaku di hari akhirat orang yang paling baik
akhlaknya di antara kamu”.[10]
Dalam
ajaran islam yang menjadi dasar-dasar akhlak adalah berupa alquran dan Sunnah nabi
Muhammad shollallhu ‘alaihi wassalam.
Baik dan buruk dalam akhlak islam ukurannya
adalah baik dan buruk menurut kedua sumber tersebut, bukan baik dan
buruk menurutukuran manusia. sebab jika ukurannya manusia, maka baik dan buruk
itu bisa berbeda-beda.
Untuk menentukan kedudukan akhlak dalam ajaran
islam, apakah termasuk akhlak mahmudah (mulia) atau akhlak madzmumah( tercela),
sebagaimana keseluruan ajaran agama islam yang lain, sumbernya adalah Alquran
dan Assunah. Penentuan mahmudah atau mazmumah
aatau dengan istilah baik dan buruk dalam kedudukan akhlak dalam islam
itu ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua sumber tersebut, bukan baik
dan buruk menurut ukuran rasio manusia.
B. Saran
Menyadari
bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber–sumber
yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
C. Penutup
Sekian
yang bisa kami sampaikan dan jika ada kekurangan atau kekhilafan dari kami, kami
mita maaf sebesar-besarnya karena kami cuma manusia biasa yang jauh dari
kesempurnaan.
Daftar Pustaka
Imam
Malik. 1999. al-Muwattho’. Lebanon: dar Elkutub.
Iyad Qodi Ibn Musa Al Yahsubi. 2002. Keagungan
Kekasih Allah ‘Muhammad Saw’. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Mustofa,HA.
2015. Akhlak tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. Hal. 11
Yazdi, Misbah.
2013. Meniru Tuhan. Jakarta: Al Huda. Hal. 1
Zahruddin
dan Sinaga, Hasanuddin. 2000.Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali
Pers. Hal. 39
Zubaidi.
2015. Akhlak dan Tasawuf. Jogjakarta: Lingkar Media. Hal. 2
[1] Imam Malik bin Anas, al-Muwattho’,
dar Elkutub, Lebanon, 1999.
[2] HA.
Mustofa, Akhlak tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, Hal. 11
[3] M.T. Misbah Yazdi,
Meniru Tuhan, Al Huda, Jakarta, Hal. 1
[4]
Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Rajawali Pers,
Jakarta, Hal. 39
[5] Dr. Zubaidi, M.Pd., Akhlak dan Tasawuf, Lingkar Media, Jogjakarta,
Hal. 2
[6] DR. Marjuki, Akhlak Mulia (pengantar studi konsep-konsep
etika dalam islam), hlm. 34
[7] Ibid, hlm, 18-19
[8] ibid, hlm. 19-21
[9] Ibid.
[10] ‘Iyad Qodi Ibn Musa Al Yahsubi. 2002. Keagungan
Kekasih Allah ‘Muhammad Saw’. Jakarta : Raja Grafindo Persada